Pejuang Kata-kata

Menjadi pejuang kata-kata suatu pekerjaan yang menyenangkan. Lahir dari kata, bekerja untuk kata, hidup juga karena kata.

Karena kata-kata juga Blog ini lahir untuk memainkan setiap sentuhan kata yang dirangkai menjadi sebuah tulisan. Selamat bermain kata-kata.

Kamis, 06 Februari 2014

Seikat Kayu Bakar untuk Sarjana

Membawa Kayu Bakar.
Ariyul dan keluarga saat wisuda Anaknya.
                                                                              



Sungai Gemuruh adalah salah satu pegunungan sekaligus tempat wisata yang ada di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Pegunungan ini berlokasi sekitar 20 Km dari pantai Cerocok. 

Jika menelusuri tempat ini, dari puncak gunung memang ke bawah kita akan melihat pulau, pantai Cerocok, serta rumah-rumah warga. Ke arah barat akan terlihat pulau Cubadak, tempat dimana turis mancanegara bermukim. Menghabiskan waktu bersama keluarga.


Pemandangan yang indah serta pepohonan yang hijau membuat tempat ini selalu diminati masyarakat untuk berlibur dan berekreasi bersama keluarga. Di tempat ini seorang bapak tua bekerja sehari-hari sebagai pencari kayu bakar. Ia menghabiskan waktunya untuk mencari seikat kayu bakar untuk menghidupi keluarganya. Ariyul, dbegitu biasa dipanggil keluarga dan saudara-saudaranya.

Ariyul lahir di Ampang Pulai, Sumatra Barat, tepatnya pada 1 Januari 1951. Sejak kecil sudah merasakan kerasnya hidup. Maklum saja sebagai anak yatim piatu dari kecil membuatnya harus menjadi anak yang mandiri. kedua orang tuanya meninggal dunia sejak dia SD dan tinggal berasama adiknya dengan paman.

Ariyul telah bekerja sebagai pencari kayu bakar sejak tahun 2000. Pada tahun itu dia  menjual kayu bakar seharga Rp. 2500 per-ikat. Menurut Ariyul, dengan kayu bakar inilah dia bisa menghidupi keluarga dan menguliahkan anaknya.   Biaya kuliah untuk anaknya diperguruan tinggi waktu itu Rp. 1. 300.000 dan uang  semester Rp. 500.000. “Alhamdulillah kayu bakar ini mengantarkan anak saya untuk wisuda,” ujarnya.

Dalam sehari dia bisa mengumpulkan lima sampai enam ikat kayu bakar. Harga satu ikat kayu hanya Rp. 2500. Biaya yang dibutuhkan untuk kos dan belanja anaknya sebanyak Rp. 680.000 per-bulan. Selain itu untuk mencukupi kebutuhan keluarga dia dan  isterinya berjualan gorengan, lontong, dan kue. Harapannya bersama isteri anaknya bisa sukses. 

Berbagai macam profesi pernah digeluti, mulai dari supir, berjualan pakaian, jadi nelayan sampai mencari kayu bakar. Berawal dari tahun 1975 ketika masih bujangan, dia merantau ke Jakarta menjual pakaian, pada tahun 1977 menjadi supir oplet di Jakarta. Kemudian pada tahun 1981, dia menikah dan menjadi supir hingga tahun 1990. Pada tahun 1990, dia kembali ke kampung halaman dan  menjadi supir hingga tahun 2000. Kemudian berpindah profesi sebagai nelayan selama empat tahun.

Dia bersyukur bisa menguliahkan anaknya sampai sarjana.  Sekarang anaknya telah bekerja di PT. Pandu Logistics Jakarta.

Dia tidak bisa menguliahkan anaknya yang kedua, karena setelah anaknya pertama menyelesaikan  kuliah kehidupannya dilanda kesulitan ekonomi. Harapannya agar anaknya yang bungsu bisa  mencicipi indahnya duduk di bangku kuliah,   agar  bisa bernasib lebih baik.

(Ridho Permana)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar