Berbicara
pergerakan di tubuh mahasiswa dari tahun ke tahun mengalami perubahan yang
signifikan. Aktivis mahasiswa saat ini sebagian besar masuk ke dalam pusaran
kuasa dan kepentingan politik, menandakan lemahnya karakter karena terwarnai
oleh kekuatan sosial lain, sementara dirinya sebagai kekuatan utama gagal
membentuk warna.
Pergerakan mahasiswa lebih banyak terlihat dengan pola sama, pola anarkis, kritis tapi
tidak konstruktif. Semuanya memperlihatkan model pergerakan yang sama, model
anarkis namun miskin gagasan progresif. Walaupun ada yang konstruktif namun
seakan tidak muncul ke permukaan selain pola konflik dan kritis yang lebih
dominan anarkismenya.
Kegagalan membangun visi
pergerakan mahasiswa banyak dipengaruhi oleh tidak adanya kapasitas, tidak
adanya inisiatif, dan lemahnya konsistensi. Kapasitas mahasiswa akan menentukan
kualitas ide yang disodorkan untuk mempengaruhi kesadaran massif masyarakat
secara umum, pemerintah dan elemen stakeholder lainnya.
Di sisi lain mahasiswa yang sadar
akan keadaan ini tidak memiliki inisiatif yang konsisten untuk memperbaikinya,
jikapun ada yang mau namun setengah hati sehingga posisinya menjadi galau sama
dengan pemerintahan yang selalu menampakkan muka galau di hadapan rakyat.
Tanpa ide dan karakter,
penyatuan gerakan mahasiswa tidak mungkin terjadi, karena setiap elemen
kepemudaan masing-masing memiliki konsentrasi ideologi dan warna gerakan yang
dianut. Akibatnya konsolidasi jadi mentah.
Saat ini telah terjadi
romantisme historis di antara mahasiswa, sebagaian mahasiswa masih terjebak
dalam rona pesona masa lalu namun gagal melihat hari ini dan masa depan.
Terlihat dari pola fikir mahasiswa yang semrawut, terlalu umum dan sukar
mengukurnya.
Pergulatan aktivis masih sebatas
epistemologi politik, epistemologi gerakan, dan terlalu banyak menguasai konsep
namun tidak satupun yang berhasil dijiwai dalam spesifikasi keilmuan. Padahal
kita ketahui arah baru zaman ini adalah profesionalitas dan enterpreneurship.
Bagaimana bisa nyambung jika
mahasiswa masih berfikir terlalu dominan politik tanpa kapasitas spesifik, sama
seperti era 1998. Bedanya hanya konteks namun kontennya serupa. Hari ini,
berfikiran politik memang baik namun akan kerepotan sebab orang-orang yang akan
mengisi ruang publik hari ini ke depan sampai tahun 2015 adalah kaum
profesional dan enterpreneur. Kalau mahasiswa 1998 berfikiran umum dan politik
maka itu masih kontekstual pada zamannya karena dengan mudah akan masuk dewan,
karena pengusaha akan mem-back up-nya, namun saat ini para pengusaha
dan profesional justru mau tampil di depan.
Meski demikian, tetap ada harapan
dengan mendorong beberapa hal penting, membenahi internalnya. Jangan sampai
gagal memetakan dan merumuskan visi kelembagaan secara internal karena akan
mudah dimasuki kelompok kepentingan.
Kemudian, membangun visi yang
cemerlang disertai metodologi pergerakan yang terukur. Visi yang baik akan bisa
menyolidkan kembali mahasiswa, harapan penyatuan akan bisa dilakoni kembali.
Kebutuhan akan penataan pengetahuan
ke arah spesifik dan profesional sangat penting dilakukan agar wacana mahasiswa
tidak terjebak dalam rumusan epistemologi semata, yang akan menyebabkan
masturbasi pemikiran. Gagasan yang umum akan sulit diaktualkan sehingga perlu adanya
kesadaran individu dan kolektif untuk membangun profesionalitas agar ide-ide
mahasiswa bisa semakin konstruktif tidak sekedar kritis saja.
Jika ini berhasil dilakukan maka
selanjutnya perlu membangun forum bersama untuk menciptakan konsolidasi gerakan
yang massif. Forum akan berfungsi menyatukan ide, gerakan dan membuat
pergerakan terukur dan tidak buang-buang energi. Gerakan sendiri-sendiri oleh
mahasiswa selama ini telah membuang banyak energi tanpa hasil maksimal sehingga
adanya forum akan bisa mengatasi kelemahan tersebut.
(Ridho Permana)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar