Pejuang Kata-kata

Menjadi pejuang kata-kata suatu pekerjaan yang menyenangkan. Lahir dari kata, bekerja untuk kata, hidup juga karena kata.

Karena kata-kata juga Blog ini lahir untuk memainkan setiap sentuhan kata yang dirangkai menjadi sebuah tulisan. Selamat bermain kata-kata.

Rabu, 05 Februari 2014

Heousin “Tukang Pangkas Rambut” Pejuang Indonesia



Para pejuang Indonesia tidak semua bernasib baik, ada yang tinggal di gubuk, memulung sampah dan menjadi tukang pangkas rambut. Begitu juga dengan Heousin yang merasakan sulitnya menjalani kehidupan di masa penjajahan menjadi tukang pangkas rambut.

 Heousin Malin Sutan seorang tukang pangkas rambut pejuang Indonesia. Pria kelahiran Piai Tangah Bandar Buat Padang 07 Mei 1910  ini, telah bekerja sebagai tukang pangkas rambut bertahun-tahun lamanya. Kerinci Sungai Penuh, itu lah daerah yang ia singgahi bersama keluarganya. Heousin, begutilah panggilannya sehari-hari.

 Heousin memiliki empat orang anak, istrinya yang bernama Sima. Memiliki satu orang pejantan tangguh yang mewarisi jiwa pejuangnya, namun masih berumur satu tahun. Hingga saat ini, anak-anak dari tukang pangkas rambut itu, masih teringat kisah ayahnya, ketika pada zaman penjajahan dahulu.

Djalinar 70 tahun, anak ke tiga Heousin saat ditemui di rumahnya bercerita tentang bagaimana ayahnya disiksa dan dihukum oleh mata-mata tentara Belanda. Dia mendapat cerita ini, dari ayahnya setelah sekian lama menghilang dibawa mata-mata Belanda.

Selain bekerja sebagai tukang pangkas, Heousin juga bekerja sebagai guru Pandu atau sekarang dikenal dengan pelatih Pramuka. Dia juga mengajar Drum Band, lompat tinggi, dan mengajar mengaji. Hingga pada suatu saat Heousin diculik tentara Belanda.

Peristiwa ini terjadi, menurut pemaparan Djalinar karena ayahnya memilki pengetahuan tentang morse dan semaphore yang dikenal dalam ilmu Pramuka. Hal ini tentunya bisa melatih tentara Indonesia atau melatih agresi militer Indonesia.

Suatu hari, pada tahun 1935 Heousin sedang memangkas rambut di pasar Sungai Penuh, ketika itu datang seorang mata-mata Belanda yang berpura-pura hendak mencukur rambut. Dan ketika Heousin sedang mencukur rambut mata-mata tersebut sempat mengucapkan kata, “Kini ko keadaan lah lain mah, nan luruih makanan banang, nan bengkok makanan saruang” Maksud perkataan itu ditujukan kepada Heousin.

setelah mengatakan itu, datang tiga orang mata-mata lagi langsung memborgol Heousin. Heousin langsung dibawa ke rumah tahanan. Di rumah tahanan ia bersama tujuh tahanan lainnya disandera dan disiksa. Masing-masing tahanan diintrogasi oleh tentara Belanda.

Ketika Heousin ditanya oleh tentara Belanda, bahwa dia yang melatih tentara Indonesia, ia menjawab tidak. Namun tentara Belanda tersebut tidak percaya. Dia dimandikan lalu disentrum. Lalu ketika ditanya kembali, dia juga mrenjawab Tidak, Heousin kembali disiksa, karena geram tentara belanda memukulkan pangkal senapan ke mulut Heousin, hingga giginya copot semua.

Setelah menyiksa Heousin, mereka membawanya ke rumah Heousin kembali untuk mencari surat. Sesampai di rumah Heousin berlari cepat dan mengambil sepucuk surat itu, ia meletakkan surat tersebut di atas tiang rumah. Kemudian tentara Belanda menggeledah rumah.Namun tentara Belanda tidak menemukan surat tersebut
.
Djalinar tidak tahu persis apa isi surat yang dimaksud, tapi dia mengira bahwa surat itu isinya tentang kode-kode dalam kemiliteran, karena itu Heousin menyembunyikannya. Karena tentara Belanda juga tidak menemukan, mereka semakin marah lalu membawa Heousin kembali ke rumah tahanan. Sesampai di rumah tahanan Heousin disiksa lagi dengan tujuh tahanan lainnya.

Beberapa hari kemudian, pasukan Belanda melakukan eksekusi mati. Mereka membawa para sandera ke perbukitan Kerinci. Mereka dibawa dalam keadaan mata tertutup dan tangan diikat. Para tahanan dilempar satu persatu ke dalam truk. Sampai di  lokasi, para sandera termasuk Heousin di didirikan bersyaf. Tidak lama sesudah itu baru dilakukan eksekusi (tembak mati).
Ketika eksekusi akan dilangsungkan, terjadi suatu peristiwa aneh,  peluru yang sebelumnya sudah diisi delapan biji oleh juru tembak, ternyata hanya tinggal lima, akhirnya lima peluru yang bisa ditembakkan dan terbebaslah Heousin bersama dua orang sandera lainnya dari eksekusi. Komandan tentara Belanda marah kepada juru tembaknya.

Heousin dan dua orang sandera yang selamat dibawa kembali ke rumah tahanan, diikat pada satu tiang. Mereka tidak diberi makan dan minum. Pada malam harinya Heousin terbangun dan berkata pada temannya. “Aden awih ha, kajamban lah ang, bia den minum kajamban ang tu (Saya haus, tolong buang air! biar saya minum kencingmu)”.

Tak lama setelah itu, Heousin mendengar suara dari luar pintu yang memberi kode. Entah kode apa juga tidak tahu persis, tapi menurut Djalinar ayahnya memiliki ilmu kebatinan. Kemudian Heousin membalas kode tersebut.

Tidak lama setelah kode itu datang, gembok pintu di rumah tahanan itu terbuka dengan sendirinya, dan ikatan tangan mereka pun lepas. Mereka melarikan diri sekitar pukul 03.00 WIB. Mereka bertiga berpisah. Heousin melompati pagar kawat dan mencoba lari keluar perkarangan tempat sandera. Heousin berhasil,  ia kabur ia ke perkebunan. Para tentara Belanda serta mata-mata menyebar untuk mencarinya.

Heousin pergi ke sebuah pondok yang berada di perkebunan itu lalu mengambil pakaian petani. Memakai ambung juga ikat kepala lalu pergi. Di tengah perjalan Heousin melihat mata-mata Belanda. Namun mata-mata tersebut tidak mengenali Heousin. Heousin melanjutkan perjalanan ke suatu dusun dan menyampaikan pesan kepada kenalannya. Ia berpesan untuk menyampaikan pesan kepada isterinya untuk membawakan kotak cukur. Dia menunggu dekat sungai.

Ketika isterinya hendak mandi ke sungai, kenalan Heousin tadi menyampaikan pesannya kepada isterinya, pesan Heousin disampaikan ketika berpas-pasan, isteri Heousin pun mengambil kotak tersebut. Kondisi saat itu sangat mengkhawatirkan, jika ada yang berbincang-bincang maka tentara Belanda langsung mencurigai. Masyarakat di kawal ketat. Heousin akhirnya berhasil mendapatkan kotak itu, lalu dia pergi ke rimba bersama pejuang-pejuang Indonesia. Ia bergeriliya di hutan menjadi tukang pangkas pejuang Indonesia, kemana pun pejuang Indonesia pergi, ia selalu ikut. Sampai berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.

Pada suatu ketika, Heouisin ingin ke kota untuk minum-minum. Sesampai ia di kedai dan minum di sana, ternyata tentara Belanda datang ke sana, untuk minum. Ia langsung reflek berkata “Siaaaaap”, mendengar teriakan itu tentara Belanda kabur, ia juga kabur. Setelah bertahun-tahun lamanya bergeriliya sampai pada hari kemerdekaan Heousin baru pulang dan bertemu dengan keluarganya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar