Pejuang Kata-kata

Menjadi pejuang kata-kata suatu pekerjaan yang menyenangkan. Lahir dari kata, bekerja untuk kata, hidup juga karena kata.

Karena kata-kata juga Blog ini lahir untuk memainkan setiap sentuhan kata yang dirangkai menjadi sebuah tulisan. Selamat bermain kata-kata.

Selasa, 25 Februari 2014

Air Mata di Negeri Tercinta


Seorang nenek menangis.
Indonesia dikenal sebagai Negara yang kaya, kekayaan alam di penjuru negeri ini sangat banyak. Sebut saja rempah-rempah. 

Negaranya makmur namun tapi angka kemiskinan tinggi. Melihat fenomena yang terjadi hari ini rasanya kita sebagai warga Negara yang mengaku bertumpah darah dan bertanah air satu yaitu Indonesia miris melihat semua yang terjadi.


Terkadang kita sering mengeluh akan semua hal yang terjadi di negeri ini, rasanya lelah melihat tingkah para tikus-tikus berdasi yang selalu menggerogoti uang rakyat. Namun cukupkah dengan itu semua? Tidak pernahkah kita berfikir apa dan bagaimana solusi untuk semua duka ini?

Jika kita lihat tidak tanggung-tanggung, yang menghabiskan uang rakyat itu mereka para kaum intelektual. Para pentolan atau jebolan universitas (pergurua tinggi) ternama di negeri ini. Namun kita tidak menyalahkan institusinya, kenapa semua bisa terjadi?

Kita perhatikan, mereka semua orang-orang terdidik, kaum intelektual. Namun entah apa yang salah, atau potensi menjadi mafia yang lebih menonjol kita juga tidak tahu, yang jelas mereka makan dan nikmati hak rakyat.

berbicara sedikit hukuman, sebaiknya hukuman apa yang harus diberikan kepada orang-orang yang tidak mau jera memakan uang rakyat? Ada yang berciloteh hukum mati para koruptor, ada juga yang mengatakan, sita seluruh harta kekayaannya sampai ia miskin agar merasakan bagaimana kehidupan orang-orang yang diambil haknya. Banyak lagi usulan-usulan hukuman terhadap sang koruptor.

Memang penyakit ini sudah membuat malu Negara ini, Negara yang dihidupkan melalui perjuangan-perjuangan para leluhur yang telah bertumpah darah demi tegaknya sangsaka merah putih untuk satu kata, yaitu “MERDEKA”.

Sebenarnya dari semua yang terjadi ada yang yang paling penting untuk di dibicarakan bersama. Soal kebijakan kita, suara kita untuk Indonesia. Sebagaimana yang kita ketahui undang-undang bisa lahir karena perjuangan aparatur Negara. Tidak bisa selamanya kita harus terpuruk dalam keadaan ini, juga tidak bisa selalu mengutuk apa yang terjadi di negeri ini, namun selayaknya kita merapatkan barisan untuk mencapai suatu mufakat bagaimana membebaskan Negara ini dari penyakit korupsi.

Rasanya tidak sulit untuk mencapai suatu kesepakatan jika memang semua bersatu. Rakyat mendukung apa yang diusahakan para wakilnya, dan wakil rakyat memang benar-benar bekerja untuk kepentingan rakyat.

Ambil satu kata untuk hukuman apa yang diberikan bagi sang koruptor. Sedikit gambaran tidakkah kita melihat bagaimana Negara berkembang untuk menerapkan hukum di negaranya. Sebenarnya Negara ini tidak miskin, namun krisis moral membuat warga Negara ini miskin, banyak persatuan tapi tidak pernah satu tujuan, banyak pergerakan tapi tidak pernah bergerak. Banyak ikatan tapi tidak pernah meyatu dalam satu ikatan.

Sudah cukup rasanya jutaan jiwa di negeri ini menangis, sudah cukup juga rasanya mereka mati kelaparan sedangkan mereka yang memakan hak-haknya tertawa tanpa ada dosa. Sudah cukup semua, jangan ada lagi  air mata di negeri tercinta.


(Ridho Permana)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar